Etos Wiki

Sumber gambar: http://weheartit.com/entry/80336485/via/SubmissiveByDesign

Pengantar

Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Secara definitif Wikipedia melansir bahwa etos sendiri merupakan bentuk jamak dari etika, yang berarti habitus, kebiasan, dan menunjukan karakter moral. Etos dan etika secara etimologis memiliki akar kata yang sama dari bahasa Yunani yaitu etikhos[1]. Sedangkan wiki sendiri merupakan suatu nama dari situs web berbasis modifikasi kolaboratif untuk setiap konten dan strukturnya secara langsung dari penjelajah web. Wiki sendiri merupakan bahasa Hawaii, pertama kali digunakan oleh David Cunningham, pencipta Wikipedia, yang artinya adalah “cepat/gesit”[2]. Dari dua kata tersebut etos wiki sendiri,  secara konklusi sederhana pada premis, bahwa semangat kerja yang berkarakter moral tertentu sesuai dengan semangat yang terjadi pada platform wiki. Tentu saja definisi ini merupakan hasil dari logika sederhana, namun bilamana kita dapat membedahnya, maka kita dapat melayangkan pertanyaan mengapa, apa, dan bagaimana, etos wiki ini.

 

Mengapa Wiki?

Beragam kritik terkait kegagalan ekonomi bebas yang menjadi sandaran pada kapitalisme. Bahwa bisnis yang berada dalam paham ini tentu saja akan berorientasi pada aktivitas memaksimumkan keuntungan/laba.  Tentu saja bahwa dalam hal ini posisi win-win tidak serta merta mudah tercapai, alasannya adalah bahwa ekonomi bekerja secara zero-sum game (posisi win-lose). Namun gagasan wiki berbeda dengan konsep-konsep bisnis turunan dari paham ini, bahwa wiki berkemampuan sebagai kekuatan penyeimbang bersama mengalahkan kesenjangan, yaitu secara moral dapat mengembangkan sisi lain dari koin (the other side of coin), keuntungan yang didapat disatu sisi dikembalikan secara penuh ke sisi yang lain. Hal ini berarti peran institusi (bisnis, organisasi, komunitas, dsb.) memiliki tanggung jawab moral yang penuh ketika hadir di lingkungan sosial[3].

Konsep wiki berbeda dengan orientasi bisnis konvensional, yaitu pada level perusahaan, organisasi bisnis berbasis wiki memiliki keunggulan utama yaitu memiliki akses informasi untuk mendukung inovasi produk mereka yang tepat guna bagi konsumennya. Bahwa informasi yang digunakan dapat diartikan sebagai kekuatan ilmu pengetahuan yang dimiliki bersama antara institusi dan lingkungan sosial. Secara nyata bahwa perusahaan yang mampu menerapkan konsep wiki secara tepat akan mendapatkan keuntungan yaitu kecepatan inovasi dan penghematan untuk riset dan pengembangan produknya[4]. Di sisi lain, perusahaan dengan membuka akses atas informasi produk kepada siapa saja (menyediakan produk plain-vanilla) maka keterlibatan konsumen untuk menciptakan atau mengkreasikan bagi diri mereka sendiri membuka peluang baru sebagai mitra pendukung institusi tersebut. Dengan partisispasi konsumen dengan produsen, maka hubungan resiprokal ini mampu menciptakan posisi prosumer, yaitu konsumen yang mampu berperan sebagai produsen dan begitu pun sebaliknya.

   

Apa dan Bagaimana Wiki itu?

Fenomena dan gejala wiki

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan multikultural yang setara dengan benua. Dari budaya tersebut pun secara jamak sudah sering kali kita ketahui bahwa dalam lingkup kecil sosial, entah keluarga, kampung, desa memiliki semangat gotong royong yang sesungguhnya secara aktivitas mirip dengan wiki. Hal ini terjadi akibat adanya visi bersama yang diwujudkan bersama melalui jalan kolaborasi. Wiki dan kolaborasi sangat erat kaitannya, namun hal yang terjadi pada wiki merupakan aksi kolaborasi massal yang jarang terjadi di era masa lalu. Namun, dengan lahirnya era digital menjadikan banyak kejadian-kejadian di dunia nyata yang menggejala sebagai fenomena wiki.

Sebagai contoh adalah kegiatan Jalin Merapi, yaitu gerakan aksi massa bersama untuk membantu korban sekaligus mempertahankan kota Yogyakarta akibat bencana gunung meletus. Mereka siapa saja yang peduli dengan bencana alam ini, terhubung, terbuka dan saling berbagi informasi melalui platform social media, meskipun hal ini hanya berlangsung dalam kondisi krisis, aksi massa ini merupakan satu contoh nyata dari etos wiki[5]. Banyak fenomena lain yang mengusung konsep etos wiki misalnya Khan Academy, Arduino, Linux Ubuntu dan lain sebagainya.

Wikinomi dan prinsip wiki

Bentuk nyata dari aktivitas wiki adalah terjadinya kolaborasi massal. Dengan menggunakan perspektif ekonomi, kegiatan tersebut paling tidak sebuah aktivitas manusia untuk mengatasi masalah ekonomi yaitu kelangkaan. Namun disini berbeda pemahaman bahwa secara sosial kelangkaan tidak terbatas pada masalah permintaan dan penawaran akan barang dan jasa, akan tetapi lebih mengarah kepada pertukaran nilai-nilai simbolis yang melekat pada produk-produk yang tersedia[6]. Aktivitas wiki pada akhirnya merupakan aksi atas interelasi sosial yang terjadi secara bersamaan untuk mengatasi masalah kelangkaan. Hal ini kemudian akan menyerap seluruh pengetahuan, kemampuan dan sumber daya kolektif yang menjelma menjadi ragam ikatan sosial dalam rupa jaringan horizontal partisipan yang luas[7]. Sehingga dengan memobiliasi sosial semacam ini dapat mencapai hasil produksi yang jauh lebih banyak dan lebih cepat dibandingkan dengan satu perusahaan saja.

Wikinomi mengedepankan empat gagasan baru yang menggeser paradigma lama bisnis. Dengan cara keterbukaan, peering, berbagi dan bertindak global, telah mengkritik berbagai teori bisnis lama. Di tengah kompetisi industri, perusahaan akan berupaya untuk menutup dirinya atas aksesbilitas jaringan, skema berbagi, dan mendorong organisasi mandiri, karena menurut kebijakan konvensional, perusahaan bersaing dengan “mengikat” orang-orang terbaik dan memotivasi, membangun serta mempertahankan mereka. Alasannya sumber daya manusia dan pengetahuan yang melekat padanya merupakan bagian dari kompetensi inti perusahaan sebagai fondasi untuk berkompetisi. Perlindungan dan kendali terhadap sumber daya eksklusif dan inovasi yang ada di perusahaan dianggap akan menghambat pertumbuhan dan inovasi pada ekosistem bisnis[8].

   

Keterbukaan dan Kolaborasi

Aksi bersama yang mengusung tema kolaborasi berangkat dari semangat keterbukaan (openness). Maksud dari keterbukaan ini tidak cukup dengan cara berpikir yang terbuka (open-mindedness) namun lebih mengarah kepada perilaku dan tindakan nyata. Dalam sebuah model yang diusung oleh beberapa sukarelawan keterbukaan bahwa keterbukaan merupakan siklus tidak terputus[9]. Aktivitas kolaborasi dapat dipandang menjadi sebuah siklus dari proses keterbukan yang secara bertahap dapat dilakukan dengan empat fase berulang sebagai berikut, yang meliputi[10]:

Gambar 1. Siklus rekursif keterbukaan

  • Engage—Sharing (Terlibat – Berbagi), Tahapan pertama adalah keberanian diri untuk melakukan inisiatif, yaitu langkah pertama untuk berani terlibat dalam sebuah visi bersama. Tentu saja seberapa pun pasifnya kita maka dengan sebuah wahana yang tepat (platform) akan mampu mengalirkan suatu proses berbagi. Berbagi tersebut yang paling nyata adalah menghasilkan beragam informasi baru ke semua pihak tentang apa, siapa, mengapa, bagaimana, dan lain sebagainya.
  • Empathy—Transparancy (Empati—Transparan), Tahap kedua, dengan adanya informasi yang dibagikan, maka dengan proses yang resiprokal dan bersifat mutual akan melahirkan sebuah pengertian yang lebih mendalam. Dengan pengertian semacam ini tentu saja akan menumbuhkan rasa empati di masing-masing pihak yang terlibat, maka dialog yang transparan akan tercipta dan mampu merefleksikan keadaan yang sesungguhnya tanpa ada yang ditutup-tutupi.
  • Collaboration—Empowerment (Kolaborasi—Pemberdayaan), ketika proses empati dan transparansi sudah berjalan, maka tahap selanjutnya adalah inisiatif aktivitas nyata bisa terwujud yaitu melalui sumbangan sukarela setiap pihak atas kemampuan individu mereka dan saling memberdayakan satu dengan yang lain. Hal ini akan mengarahkan pada kerjasama serta berbaginya ilmu pengetahuan dan ketrampilan secara iklas dan timbal balik.
  • Embrace – Trust (Keberangkulan – Kepercayaan Bermitra), Pada fase terminal ini, setelah ragam aktivitas untuk mewujudkan visi bersama akan menjadikan proses engage—sharing yang baru, sehingga mempercepat terjadinya kepercayaan diantara pihak dan keberlanjutan untuk bermitra.

Dalam proses kolaborasi, pada akhirnya dari waktu ke waktu akan melahirkan proses spiral untuk mencapai sebuah tujuan dan tahapan yang baru. Secara konsep bahwa setiap tahapan yang dapat melahirkan proses kolaborasi dan pada akhirnya terjadinya rasa saling percaya sangat didasari oleh elemen-elemen keterbukaan. Dari setiap fase keterbukaan itupun memiliki proses rekursif demi terjadinya kesinambungan proses. Seluruh hal ini dapat terwujud apabila keterbukaan dipandang menjadi sebuah nilai yang diusung secara bersama-sama.


Keterbukaan bukan merupakan suatu kondisi aktivitas yang berinteraksi, namun mengarah kepada semangat yang mendasari adanya pembelajaran di organisasi pada setiap partisipan, yang mampu membongkar setiap keinginan individu semata menjadi visi, intensi dan nilai bersama. Dengan adanya keterbukaan maka permainan dan politik internal akan berkurang atau bahkan hilang, karena informasi akan dimiliki oleh setiap pihak yang terlibat, sehingga tidak seorang pun dapat memanfaatkan pihak lain karena ketidaktahuannya. Meskipun secara konseptual keterbukaan memiliki kompleksitas dan sulit untuk dipahami, keterbukaan dapat dipraktikan di dalam organisasi, sepanjang setiap pihak memiliki niatan untuk mencapai visi bersamanya. Kondisi ideal keterbukaan adalah ketika setiap pihak tidak hanya berpartisipasi dan berbicara tentang apa yang ia ketahui (participative openness), namun lebih berani berefleksi kedalam dirinya, menghendaki berkonflik dengan cara berpikirnya, dan saling menerima dan memikirkan cara berpikir orang lain (reflective openness)[11].


Mendesain platform bisnis berbasis wiki dan terikat bersamanya

Dengan menerapkan keempat gagasan wikinomi, hal yang utama adalah memberikan ruang untuk bereksplorasi secara internal, yaitu pembelajaran tingkat tinggi dan fleksibilitas untuk menanggapi berbagai peluang baru yang muncul dari interaksi antar partisipan di platform yang ada. Sebagai panduan terdapat prinsip-prinsip desain wikinomi, antara lain[12]:
  1. Mendapatkan petunjuk dari pengguna utama,
  2. Membangun massa yang besar,
  3. Menyediakan sebuah infrastruktur atau platform sebagai wahana kolaborasi,
  4. Luangkan waktu untuk mencapai struktur dan tata kelola yang tepat,
  5. Pastikan semua partisipan dapan memanfaatkan nilai yang sama,
  6. Taati norma-norma komunitas,
  7. Biarkan proses berjalan,
  8. Tetap pada tujuan (objective) bisnis,
  9. Awali kolaborasi secara internal,
  10. Menemukan kepemimpinan Internal bagi Perusahaan,
  11. Pertajam mind-set untuk berkolaborasi.
Dari prinsip-prinsip desain wikinomi tersebut secara teoritis pandangan wikinomi paling tidak dapat merefleksikan teori pemangku kepentingan eksternal (external stakeholder theory) yang merdasar pada kontrak sosial. Posisi institusi berbasis wiki dapat diproposisikan dengan model sebagai berikut:

Gambar 2. Rerangka platform wiki dengan pendekatan manajemen pemangku kepentingan eksternal.

Dengan kehadiran model bisnis berbasis wiki, maka posisi perusahaan di dalam industri tidak lagi sebagai perantara (menguasai informasi, untuk mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya), namun dengan keterbukaan maka posisi perusahaan sebagai pemoderasi dan katalisator melalui informasi yang dapat secara bebas diakses dan dimanfaatkan oleh siapa saja.

Simpulan

Etos wiki merupakan cerminan dari sikap keterbukaan yang melalui berbagai fase siklus tidak terputus engage-sharing, empathy-transparency, collaboration-empowerment, embrace-trust, demi tercapainya visi dan nilai bersama. Dengan etos wiki maka dapat membuka segala informasi untuk dimanfaatkan secara bersama, sehingga akan sanggup mengakselerasikan innovasi dan menciptakan daya adaptif terhadap perubahan yang cepat. Pada tingkat institusi atau komunitas, wiki dan keterbukaan mampu mempercepat proses pembelajaran internal.



[3] Weiss, J. W. (2003). Business Ethics: A Stakeholder and Issues Management Approach (3rd ed.). Mason, Ohio: South Western.
[4] Williams, A. D. (2010, April 3). Wikinomics and the Era of Openness: European Innovation at a Crossroads. The Lisbon Councils e-brief. Brussels, Belgium. Retrieved from Lisbon Councils Web site: http://www.lisboncouncil.net/publication/publication/56.html
[5] Nugroho, Y. (2011). Citizen in Action: Collaboration, Participatory Democracy and Freedom of Information Mapping Contemporary Civic Activism and the Use of Social Media in Indonesia. University of Manchester's Institute of Innovation Research & HIVOS Regional Office Southeast Asia. Creative Commons.
[6] Bordieu…[citation needed]
[7] Tapscott, D., & Williams, A. D. (2004). Wikinomics: How Mass Collaboration Changes Everything. New York, NY: Penguin. hal. 15
[8] Ibid.
[11] Senge, P. M. (1990). The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization (1st ed.). New York, United States of America: Doubleday.
[12] Tapscott, D., & Williams, A. D. (2004). Wikinomics: How Mass Collaboration Changes Everything. New York, NY: Penguin. hal. 393-399)

Comments

Popular posts from this blog

Tutorial: Mengunduh Data Keuangan Dari Yahoo! Finance

Membuat Tabel (Siap) Publikasi di Stata

Triangulasi (Metode Campuran)